Preambule

Ya, saya bukan igniter dalam perbincangan di media sosial. Saya hanyalah observer pasif, sesekali memberi komen kalo tangan sudah gatel. Kebanyakan aktivitas saya membaca posting pemilik blog, menyelami pemikiran lewat berbagi diskusi di forum, tertawa sendiri mendengar shout teman-teman di jejaring sosial.

Daya sedot dari sebuah media baru ini ternyata sungguh kuat. Sebagai subjek yang merasa dirinya bebas, saya akhirnya memutuskan dengan pikiran yang menurut saya bebas untuk sedikit meninggalkan jejak-jejak pemikiran, curahan hati, letupan keisengan, atau ide yang lama membatu di sudut pemikiran saya.

Ketika sedang mencari data thesis, saya merasakan sendiri kuasa jejaring sosial yang konon merevolusi hampir semua sendi interaksi kita sebagai homo sapiens. Dengan satu post, kuisioner saya menyebar tanpa sanggup saya kontrol. Kondisi tanpa kontrol inilah yang justru produktif. Saya mendapat berbagai insight, berbagai komentar, dan kontak serta teman baru.

Jujur inilah yang membuat saya akhirnya menulis di sini. Mencoba berbagi dan bereksperimen dengan media yang merubah wajah dunia ini. Saya mau menulis bebas di sini, saya mau sok tahu di sini, saya mau sok berekspresi di sini, dan saya mau mendengarkan suara-suara orang-orang seperti saya di sini.

Masih dalam cerita yang sama, mencari data untuk thesis saya tiba-tiba menemukan blog dari salah seorang mentri di Indonesia di http://juwonosudarsono.com/wordpress/ Mungkin ini satu-satunya mentri di Indonesia yang bikin blog, CMIIW. Sebuah langkah berani untuk menulis di tengah budaya yang merendahkan tulisan. Siapa lagi yang akhirnya akan menyusul pak mentri ini? Apakah pejabat-pejabat pendidikan di Indonesia juga punya blog? Apakah Bupati, Walikota, Gubernur, Ketua Parpol, mau dan mampu untuk menulis blog?

Menurut anda apakah mereka yang duduk di kursi pemerintahan dan politik menyadari potensi media baru ini untuk bisa mendengar suara yang terpinggirkan?